Sabtu, 27 Juli 2013


HUKUM PEMANTULAN DAN PEMBIASAN

Sampai pertengahan abad ke-17, umumnya dipercaya bahwa cahaya merupakan aliran zarah (corpuscle). Zarah yang dimaksud dipancarkan oleh sumber cahaya, seperti matahari atau nyala lilin, dan merambat keluar dari sumber cahaya dengan lintasan lurus. Cahaya dapat menembus bahan bening/ transparan, dan akan dipantulkan oleh permukaan bahan tak bening  (opaque). Ketika zarah mengenai mata, akan merangsang syaraf-syaraf penglihatan, sedemikian hingga mata dapat melihat. Teori corpuscular yang menyatakan bahwa cahaya terdiri atas zarah-zarah yang merambat dalam lintasan lurus, dapat dengan mudah menerangkan fenomena pantulan cahaya yang mengenai permukaan halus seperti cermin, misalnya tentang kesamaan nilai sudut pantul dan sudut datang. Demikian pula dengan hukum pembiasan / refraksi yang berlaku untuk perambatan cahaya yang menembus bidang batas dua medium yang berbeda indeks bias, seperti pembiasan sewaktu cahaya merambat dari udara menembus air atau dari udara masuk ke dalam kaca.
Pada pertengahan abad ke-17,  Christian Huygens (1629-1695) pada tahun 1678 menunjukkan bahwa hukum pemantulan dan pembiasan dapat dijelaskan dengan teori gelombang. Teori gelombang Huygens ini juga dapat menerangkan fenomena optis yang terjadi dalam bahan kristal, yang disebut dengan bias rangkap (double re-fractions). Tetapi teori gelombang ini kurang dapat diterima oleh sebagian ilmuwan saat itu, terutama karena teori ini  belum dapat menerangkan fenomena difraksi yang telah dikemukakan sebelumnya oleh Grimaldi (1665) seperti halnya teori corpuscular.
            Teori gelombang yang dikemukakan Huygens mulai dapat diterima setelah tahun 1801, Thomas Young (1773-1829) dan tahun 1814,  Augustin Jean Fresnel (1788-1829) melakukan eksperimen tentang fenomena  interferensi, serta Leon Foucault mempu mengukur cepat rambat cahaya dalam cairan.  Fenomena-fenomena optik ini tidak dapat diterangkan dengan teori corpuscular yang menganggap cahaya sebagai partikel (zarah), tetapi dapat dijelaskan bila cahaya dianggap sebagai gelombang seperti yang dikemukakan dalam teori gelombang Huygens.
Seberkas cahaya yang mengenai bidang batas dua  medium transparan yang berbeda indeks bias, maka sebagian cahaya akan dipantulkan dan sebagian yang lain akan ditransmisikan dan dibiaskan ke dalam medium kedua. Ada tiga hukum dasar tentang pemantulan dan pembiasan yang berbunyi 
1.  Sinar datang, sinar pantul, dan sinar bias membentuk satu bidang (yang disebut dengan bidang datang atau bidang kejadian), yang arahnya tegak lurus terhadap bidang batas kedua medium,
2.  Sudut sinar terpantul (yang kemudian disebut dengan sudut pantul) nilainya sama dengan sudut datang, dan dinyatakan secara matematis dengan θ1  =  θ2. Hukum  kedua ini disebut juga dengan hukum refleksi.
3.  Indeks bias medium pertama kali sinus sudut datang sama dengan indeks bias medium ke-dua kali sinus sudut bias, n1 sin θ1  = n2 sin θ2, Pernyataan ini disebut dengan hukum  refleksi atau hukum Snell.
Ketiga hukum dasar ini dapat dijelaskan dengan  beberapa macam cara, seperti  dengan prinsip Huygens, prinsip Fermat, atau Teori sinar. Pembahasan secara singkat tentang pembuktian hukum pemantulan dan pembiasan dengan prinsip Huygens, prinsip Fermat, dan menggunakan pendekatan gelombang elektromagnetik dijelaskan pada bagian berikut.
Secara skematis proses pemantulan dan pembiasan ditunjukkan oleh Gambar 1 dengan kondisi indeks bias medium pertama (n1) lebih renggang dibanding medium ke dua (n2), n1 < n2 .Proses pemantulan pada kondisi seperti ini dikenal dengan sebutan refleksi eksternal, sedangkan berdasar hukum Snell di atas didapatkan bahwa sudut bias akan selalu mendekati garis normal atau sudut bias selalu lebih kecil bila dibandingkan dengan sudut datangnya. Tinjauan dari sifat gelombang yang terpantul dan terbias  dengan mempertimbangkan syarat batas antara dua medium, diperoleh persamaan Fresnel  yang menyatakan tentang perbandingan amplitudo gelombang terpantul dan terbias terhadap amplitudo gelombang datang yang dikenal dengan koefisien amplitudo refleksi dan koefisien amplitudo transmisi. Karena arah getar  medan listrik pada gelombang cahaya merupakan besaran vektor, maka vektor medan listrik gelombang cahaya dapat diuraikan menjadi dua vektor yang saling tegak lurus yaitu arah getar medan listrik yang sejajar bidang datang dan yang tegak lurus bidang datang. Dari kenyataan seperti ini akan diperoleh empat Persamaan Fresnel yang berhubungan dengan koefisien amplitudo refleksi  dan transmisi baik untuk gelombang dengan arah getar medan listrik sejajar maupun gelombang yang arah medan listriknya  tegak lurus bidang datang.
                       
Pada proses pemantulan dan pembiasan dengan indeks bias medium pertama lebih besar dibanding indeks bias medium ke-dua  (n2 < n1 , kebalikan kondisi di atas), maka sinar yang terbias akan selalu menjauhi garis normal (sudut bias selalu lebih besar dibanding sudut datang), dan fenomena pemantulannya disebut dengan refleksi internal. Dengan memvariasi sudut datang dari 0o hingga 90o akan diperoleh dua macam sudut istimewa, yakni sudut polarisasi dan sudut kritis. Pada saat sudut datang sama dengan sudut polarisasi (θi =  θp =  π/2 -  θt ) maka dari perhitungan persamaan Fresnel didapatkan bahwa r// = 0 yang artinya bahwa berkas cahaya yang dipantulkan menjadi berkas terpolarisasi linier dengan arah medan tegak lurus bidang datang. Sedangkan sudut kritis terjadi bila sudut bias berkas cahaya yang ditransmisikan   θt =  π/2 rad, yang berarti bahwa bila sudut datang sama dengan sudut kritis maka tidak ada berkas cahaya yang ditransmisikan/diteruskan. Sudut kritis hanya terjadi pada pembiasan sinar yang datang dari medium yang lebih rapat ke-medium yang lebih renggang. Besarnya sudut kritis sebagai fungsi indeks bias kedua medium  dapat diperoleh dengan manipulasi rumus Snell dengan   θt = π/2 sehingga  didapat
Bila sudut datang lebih besar atau sama dengan  sudut kritis (θi > θc) akan terjadi pemantulan dalam total  (TIR = total internal reflection) yaitu semua berkas akan dipantulkan (hal ini berlaku untuk  medium tanpa absorbsi) dan tidak ada bagian yang ditransmisikan dalam medium  kedua. Sudut kritis hanya didapatkan bila indeks bias medium pertama lebih besar dibanding medium ke-dua, tetapi untuk sudut polarisasi dapat terjadi untuk dua kondisi (n2 < n1 , atau  n2 > n1 ) yang berbeda. Pemanduan gelombang dalam pandu gelombang didasarkan pada fenomena pemantulan dalam total (TIR) dengan sudut datang lebih besar sama dengan sudut kritis (θi ≥ θc). Supaya gelombang dapat tetap terpandu sepanjang lintasannya  maka jumlah total pergeseran phase dalam satu periode lintasan (pada Gambar 2, satu periode lintasan misalkan cahaya merambat dari titik A ke titik B) harus kelipatan 2π. Selama gelombang menjalar dalam satu periode, maka pergeseran phase yang terjadi karena perambatan gelombang sepanjang lintasan satu periode yang besarnya tergantung pada panjang lintasan optik, serta pergeseran phase oleh pemantulan permukaan atas dan bawah. Pada pandu gelombang papak simetris pergeseran phase karena refleksi mempunyai besar yang sama, sedangkan pada pandu gelombang papak tak simetri besarnya tidak sama tergantung  perbandingan indeks bias medium dengan indeks bias bahan dielektrik sebagai medium pemandu.

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!