HUKUM PEMANTULAN DAN PEMBIASAN
Sampai
pertengahan abad ke-17, umumnya dipercaya bahwa cahaya merupakan aliran zarah
(corpuscle). Zarah yang dimaksud dipancarkan oleh sumber cahaya, seperti
matahari atau nyala lilin, dan merambat keluar dari sumber cahaya dengan
lintasan lurus. Cahaya dapat menembus bahan bening/ transparan, dan akan
dipantulkan oleh permukaan bahan tak bening
(opaque). Ketika zarah mengenai mata, akan merangsang syaraf-syaraf
penglihatan, sedemikian hingga mata dapat melihat. Teori corpuscular yang
menyatakan bahwa cahaya terdiri atas zarah-zarah yang merambat dalam lintasan
lurus, dapat dengan mudah menerangkan fenomena pantulan cahaya yang mengenai
permukaan halus seperti cermin, misalnya tentang kesamaan nilai sudut pantul
dan sudut datang. Demikian pula dengan hukum pembiasan / refraksi yang berlaku
untuk perambatan cahaya yang menembus bidang batas dua medium yang berbeda
indeks bias, seperti pembiasan sewaktu cahaya merambat dari udara menembus air
atau dari udara masuk ke dalam kaca.
Pada
pertengahan abad ke-17, Christian
Huygens (1629-1695) pada tahun 1678 menunjukkan bahwa hukum pemantulan dan
pembiasan dapat dijelaskan dengan teori gelombang. Teori gelombang Huygens ini
juga dapat menerangkan fenomena optis yang terjadi dalam bahan kristal, yang
disebut dengan bias rangkap (double re-fractions). Tetapi teori gelombang ini
kurang dapat diterima oleh sebagian ilmuwan saat itu, terutama karena teori
ini belum dapat menerangkan fenomena
difraksi yang telah dikemukakan sebelumnya oleh Grimaldi (1665) seperti halnya teori
corpuscular.
Teori
gelombang yang dikemukakan Huygens mulai dapat diterima setelah tahun 1801,
Thomas Young (1773-1829) dan tahun 1814,
Augustin Jean Fresnel (1788-1829) melakukan eksperimen tentang fenomena interferensi, serta Leon Foucault mempu
mengukur cepat rambat cahaya dalam cairan.
Fenomena-fenomena optik ini tidak dapat diterangkan dengan teori
corpuscular yang menganggap cahaya sebagai partikel (zarah), tetapi dapat
dijelaskan bila cahaya dianggap sebagai gelombang seperti yang dikemukakan
dalam teori gelombang Huygens.
Seberkas
cahaya yang mengenai bidang batas dua
medium transparan yang berbeda indeks bias, maka sebagian cahaya akan
dipantulkan dan sebagian yang lain akan ditransmisikan dan dibiaskan ke dalam
medium kedua. Ada tiga hukum dasar tentang pemantulan dan pembiasan yang
berbunyi
1. Sinar datang, sinar pantul, dan sinar bias
membentuk satu bidang (yang disebut dengan bidang datang atau bidang kejadian),
yang arahnya tegak lurus terhadap bidang batas kedua medium,
2. Sudut sinar terpantul (yang kemudian disebut
dengan sudut pantul) nilainya sama dengan sudut datang, dan dinyatakan secara
matematis dengan θ1 = θ2. Hukum
kedua ini disebut juga dengan hukum refleksi.
3. Indeks bias medium pertama kali sinus sudut
datang sama dengan indeks bias medium ke-dua kali sinus sudut bias, n1 sin
θ1 = n2 sin θ2, Pernyataan ini disebut
dengan hukum refleksi atau hukum Snell.
Ketiga
hukum dasar ini dapat dijelaskan dengan
beberapa macam cara, seperti
dengan prinsip Huygens, prinsip Fermat, atau Teori sinar. Pembahasan
secara singkat tentang pembuktian hukum pemantulan dan pembiasan dengan prinsip
Huygens, prinsip Fermat, dan menggunakan pendekatan gelombang elektromagnetik
dijelaskan pada bagian berikut.
Secara
skematis proses pemantulan dan pembiasan ditunjukkan oleh Gambar 1 dengan
kondisi indeks bias medium pertama (n1) lebih renggang dibanding medium ke dua
(n2), n1 < n2 .Proses pemantulan pada kondisi seperti ini dikenal dengan
sebutan refleksi eksternal, sedangkan berdasar hukum Snell di atas didapatkan
bahwa sudut bias akan selalu mendekati garis normal atau sudut bias selalu
lebih kecil bila dibandingkan dengan sudut datangnya. Tinjauan dari sifat
gelombang yang terpantul dan terbias
dengan mempertimbangkan syarat batas antara dua medium, diperoleh
persamaan Fresnel yang menyatakan
tentang perbandingan amplitudo gelombang terpantul dan terbias terhadap
amplitudo gelombang datang yang dikenal dengan koefisien amplitudo refleksi dan
koefisien amplitudo transmisi. Karena arah getar medan listrik pada gelombang cahaya merupakan
besaran vektor, maka vektor medan listrik gelombang cahaya dapat diuraikan
menjadi dua vektor yang saling tegak lurus yaitu arah getar medan listrik yang
sejajar bidang datang dan yang tegak lurus bidang datang. Dari kenyataan
seperti ini akan diperoleh empat Persamaan Fresnel yang berhubungan dengan
koefisien amplitudo refleksi dan
transmisi baik untuk gelombang dengan arah getar medan listrik sejajar maupun
gelombang yang arah medan listriknya
tegak lurus bidang datang.
Pada
proses pemantulan dan pembiasan dengan indeks bias medium pertama lebih besar
dibanding indeks bias medium ke-dua (n2
< n1 , kebalikan kondisi di atas), maka sinar yang terbias akan selalu
menjauhi garis normal (sudut bias selalu lebih besar dibanding sudut datang),
dan fenomena pemantulannya disebut dengan refleksi internal. Dengan memvariasi
sudut datang dari 0o hingga 90o akan diperoleh dua macam
sudut istimewa, yakni sudut polarisasi dan sudut kritis. Pada saat sudut datang
sama dengan sudut polarisasi (θi = θp
= π/2 -
θt ) maka dari perhitungan persamaan Fresnel didapatkan bahwa r// = 0
yang artinya bahwa berkas cahaya yang dipantulkan menjadi berkas terpolarisasi
linier dengan arah medan tegak lurus bidang datang. Sedangkan sudut kritis
terjadi bila sudut bias berkas cahaya yang ditransmisikan θt =
π/2 rad, yang berarti bahwa bila sudut datang sama dengan sudut kritis
maka tidak ada berkas cahaya yang ditransmisikan/diteruskan. Sudut kritis hanya
terjadi pada pembiasan sinar yang datang dari medium yang lebih rapat ke-medium
yang lebih renggang. Besarnya sudut kritis sebagai fungsi indeks bias kedua
medium dapat diperoleh dengan manipulasi
rumus Snell dengan θt = π/2
sehingga didapat
Bila
sudut datang lebih besar atau sama dengan
sudut kritis (θi > θc) akan terjadi pemantulan dalam total (TIR = total internal reflection) yaitu semua
berkas akan dipantulkan (hal ini berlaku untuk
medium tanpa absorbsi) dan tidak ada bagian yang ditransmisikan dalam
medium kedua. Sudut kritis hanya
didapatkan bila indeks bias medium pertama lebih besar dibanding medium ke-dua,
tetapi untuk sudut polarisasi dapat terjadi untuk dua kondisi (n2 < n1 ,
atau n2 > n1 ) yang berbeda.
Pemanduan gelombang dalam pandu gelombang didasarkan pada fenomena pemantulan
dalam total (TIR) dengan sudut datang lebih besar sama dengan sudut kritis (θi
≥ θc). Supaya gelombang dapat tetap terpandu sepanjang lintasannya maka jumlah total pergeseran phase dalam satu
periode lintasan (pada Gambar 2, satu periode lintasan misalkan cahaya merambat
dari titik A ke titik B) harus kelipatan 2π. Selama gelombang menjalar dalam
satu periode, maka pergeseran phase yang terjadi karena perambatan gelombang
sepanjang lintasan satu periode yang besarnya tergantung pada panjang lintasan
optik, serta pergeseran phase oleh pemantulan permukaan atas dan bawah. Pada
pandu gelombang papak simetris pergeseran phase karena refleksi mempunyai besar
yang sama, sedangkan pada pandu gelombang papak tak simetri besarnya tidak sama
tergantung perbandingan indeks bias
medium dengan indeks bias bahan dielektrik sebagai medium pemandu.
0 komentar:
Posting Komentar